Teknologi Canggih Karya Anak Bangsa Indonesia
Kemampuan anak bangsa Indonesia untuk mengembangkan dan memanfaatkan
teknologi komunikasi informasi sebenarnya tidak kalah hebat dibandingkan
dengan negara-negara lain, termasuk negara maju sekalipun.
Di
berbagai pelosok Indonesia, banyak sekali kemampuan yang terus
dikembangkan tanpa banyak promosi, menghadirkan berbagai solusi untuk
menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh berbagai perusahaan ataupun
lembaga pemerintahan. Persoalannya, sering kali kemampuan anak bangsa
ini tidak pernah memperoleh tempat yang memadai dan diakui oleh anak
bangsa lain yang kebetulan menjadi pengambil keputusan di tingkat
perusahaan ataupun pemerintahan. Atau, karena keteguhan hati untuk
berbisnis secara lurus dan legal, sering kali mereka tersingkir dalam
tender karena kalah dalam “uang jago” dan berbagai faktor penyimpangan
kronis lain dalam cara berbisnis yang sarat dengan korupsi dan kolusi
yang berkepanjangan. Bahkan, untuk menjadi berbeda di tengah globalisasi
dan dinamika kemajuan teknologi komunikasi informasi, di Indonesia
dianggap sebagai sebuah keanehan. Kebanyakan orang condong untuk
bersikap konservatif dan dalam konteks pengembangan perangkat lunak,
condong untuk mengikuti arus yang dianggap sebagai kebutuhan umum dengan
mengembangkan berbagai aplikasi sejenis enterprise resource planning
(ERP), customer relationship management (CRM), dan lainnya. Artinya,
sedikit sekali rumah perangkat lunak (software house atau sering juga
disebut sebagai independent software vendor) yang berani menyimpang
untuk menghasilkan produk perangkat lunak yang tidak umum dan lazim, dan
tidak melulu hanya mengembangkannya mengikuti arus bisnis yang berlaku
di lingkungan sekitarnya. Penyimpangan sendiri sering kali memang
menjadi tantangan yang menarik. Di sisi lain, penyimpangan dari apa yang
berlaku pun mampu menghasilkan produk-produk yang istimewa, memberikan
solusi komprehensif bagi penggunanya, serta menjadi produk istimewa
hasil karya anak bangsa yang membanggakan.
Teknologi keputusan
Menjadi
berbeda merupakan tantangan tersendiri bagi Infoglobal Group yang
dimulai sebagai software house di Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa
Timur. Sebagai kelompok, perusahaan perangkat lunak yang asli Indonesia
dikembangkan oleh anak bangsa ini memiliki tiga perusahaan,
masing-masing PT Infoglobal AutOptima (IAO), PT Infoglobal Teknologi
Semesta, dan PT Global Performa Maksima. Kelompok pengembang perangkat
lunak ini dimulai dengan didirikannya IOA pada tahun 1990 oleh
sekelompok alumni dan pengajar Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) yang
berpusat di Surabaya. Perusahaan yang didirikan ini dikembangkan untuk
menjadi pengembang perangkat lunak sebagai solusi teknologi informasi
serta mengarah agar produknya menjadi bagian dari apa yang disebut
sebagai decision technology. Bahtiar H Suhesta, Corporate Secretary
Infoglobal Group, kepada Kompas di Surabaya menjelaskan bahwa tiga kata
singkatan perusahaan, IAO, yang terdiri dari informasi, otomatisasi
(automation), dan optimisasi menjadi roh mengembangkan produk perangkat
lunak yang dipercaya akan mengarah pada era di mana pengambilan
keputusan akan dilakukan dengan menggunakan teknologi. Selama ini IAO
berhasil mengembangkan berbagai aplikasi perangkat lunak untuk berbagai
kebutuhan di sektor energi, pertambangan, dan militer. Setidaknya, ada
empat aplikasi yang dibuat dan dikembangkan menjadi sebuah sistem yang
andal, masing-masing terdiri dari SIL2004.sebagai sistem informasi
pelanggan untuk keperluan PT PLN, sistem berbasis web untuk meningkatkan
produktivitas perusahaan minyak dan gas di bawah PT Global Performa
Maksima, SOYUS sebagai sistem simulasi pertempuran udara, serta TDAS sebagai sistem transmisi situasi data udara.Pengembangan perangkat lunak SOYUS
(awalnya merupakan singkatan Sistem Olah Yudha untuk Seskoau) dan TDAS
(Transmission Data Air Situation) adalah produk paling canggih dan
bernuansa teknologi tinggi (hi-tech) yang dibangun menggunakan teknologi
kelas perusahaan berbasis teknologi .Net buatan Microsoft serta
memanfaatkan sistem DirectX secara ekstensif untuk keperluan simulasi
grafik berbasis tiga dimensi. Pada sistem solusi decision technology
TDAS yang sudah digunakan oleh Komando Pertahanan Udara, IAO mampu untuk
menggabungkan infrastruktur sistem radar militer dan sipil yang
tersebar di seluruh Indonesia, serta menghasilkannya menjadi tampilan
wilayah udara Indonesia secara terintegrasi. Artinya, sistem aplikasi
berbasis decision technology ini mampu memberikan situasi sebenarnya
wilayah udara nasional Indonesia dan mendeteksi terjadinya penyusupan
udara oleh pesawat-pesawat asing. Bahkan, sistem ini pun mampu
menyimulasi jalur pacu sebuah pesawat terbang yang berada di wilayah
Indonesia sehingga pada situasi khusus, seperti kecelakaan dan
sejenisnya, mampu ditampilkan ulang untuk kepentingan evaluasi dan
simulasi. Aplikasi canggih lainnya buatan IAO adalah SOYUS yang dirancang untuk keperluan Sekolah Staf dan Komando TNI AU (Seskoau) sebagai
sebuah sistem war gaming yang terintegrasi dan waktu sesungguhnya (real
time), memungkinkan para perwira TNI AU melakukan perencanaan dan
komando pada tingkat strategis, taktis, dan operasional. Aplikasi SOYUS memiliki sistem manajemen data perlengkapan angkatan udara,
kemampuan supervisi, kemampuan perencanaan operasi, serta bersifat
dinamis melakukan berbagai kalkulasi rumit sebuah serangan udara.
Dikembangkan selama dua tahun dan menghabiskan biaya sekitar Rp 1
miliar, SOYUS adalah sistem tercanggih yang bisa jadi menjadi
sebuah permainan simulasi online game yang setara dengan Counter Strike
ataupun Ragnarok. Aplikasi SOYUS ini juga bisa melibatkan berbagai kekuatan militer (laut, udara, dan darat) ke dalam sistem olah yudha ini, dan selama ini hanya dikembangkan oleh lima programmer. Kedua sistem ini, TDAS dan SOYUS,
membuktikan bahwa anak bangsa Indonesia juga bisa mengembangkan sistem
aplikasi dengan kualitas dunia yang perlu didukung sepenuhnya oleh siapa
saja.
Antisipasi Menghadapi Perang Modern
“Asymmetrical Warfare”
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi telah dijadikan grand strategy oleh
sejumlah negara untuk membangun kekuatan tempurnya. Pemanfaatan unsur
informasi menyebabkan terbukanya peluang terjadinya perang informasi
atau information warfare di masa yang akan datang. Untuk mengantisipasi
menghadapi perang informasi, Mabes TNI melaksanakan seminar sehari
tentang C4ISR (Command, Control, Communication, Computers, Intelligence,
Survellance &Reconaisence) di Gedung Gatot Subroto, Mabes TNI
Cilangkap.
Menurut
Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto, pertempuran informasi dengan
penguasaan informasi sebagai bagian dari asimmetrical warfare dianggap
banyak ahli strategi perang sebagai kiat persiapan perang berbiaya
rendah dengan dampak yang sangat luas. Kiat pengumpulan data dan
informasi menjadi penting, curi mencuri informasi kemudian merupakan hal
yang pasti. Kemampuan untuk dapat menjaga data dan informasi menjadi
sangat mutlak, sama mutlaknya dengan kebutuhan untuk mengacaukan system
informasi lawan dengan cara menyusup data dan informasi salah.
Menghadapi
kecenderungan ini, TNI harus mulai berpikir dan mengambil tindakan
antisipasi yang pasti, bukan hanya terhadap potensi ancaman perang
secara tradisional tetapi juga mengantisipasi kemungkinan penggelaran
perang modern yang mengacu pada gaya asymmetrical warfare khususnya
melalui kiat perang informasi yang datangnya kerap tidak bisa dilihat
atau dirasakan kecuali setelah menimbulkan kerugian yang pasti. Ancaman
permanen atas keutuhan wilayah kedaulatan NKRI seperti pada penggeseran
patok batas wilayah kedaulatan dan persengketaan tapal batas hingga
penguasaan/pendudukan wilayah secara illegal, penyusupan manusia dan
ideologi asing, penyelundupan uang, bahan peledak dan senjata, pengacau
keamanan melalui kiat lintas batas negara termasuk aktifitas terorisme
serta kebocoran rahasia penting negara adalah bagian dari hal-hal yang
secara langsung harus ditangani lebih serius. Kegiatan perang informasi
yang digelar lawan, dapat menyebabkan misalnya, pergeseran patok-patok
batas wilayah NKRI tidak dilakukan oleh negara asing, tetapi oleh warga
negara sendiri yang sudah terkecohkan oleh informasi salah satu melalui
kiat operasi psikologi. Contoh lain penyelundupan uang untuk
melancarkan suatu operasi social engineering melalui media elektronik
adalah hal kini sangat dimungkinkan.
Saat
ini menurut Panglima TNI makin terasa bahwa dalam konteks pelaksanaan
tugas, peran dan tanggung jawab insan dan institusi TNI dalam kegiatan
pertahanan hingga pelaksanaan operasi-operasi militer, sangat
membutuhkan suatu peningkatan kapasitas dan kapabilitas di bidang sarana
dan prasarana termasuk SDM, khususnya dibidang yang berkaitan dengan
kiat-kiat intelijen.
Untuk
itu, SDM kita harus bisa mengantisipasi, mengikuti dan mengimbangi
secara taktis perkembangan dan pertumbuhan teknologi intelijen yang
semakin pesat dan modern. Bukan satu hal yang aneh bila SDM TNI perlu
dilatih untuk dapat mempelajari kemampuan fasilitas tempur lawan dalam
suatu misi militer dan menggunakannya untuk menghancurkan lawan. Inilah
sebabnya, perhatian terhadap fasilitas alut sista dan kesiapan SDM
khususnya yang berkenaan dengan peralatan dan optimalisasi pemanfaatan
fasilitas K3I yang saat ini masih dijadikan salah satu andalan sistem
pertahapan TNI, perlu diprioritaskan dan disiasati dengan tepat dan
benar sehingga bisa menunjukkan potensi manfaat yang pasti, dimana
selanjutnya harus mampu memunculkan deterrence factor yang baru.
Fasilitas K3I yang sudah ada saat ini secara bertahap harus ditingkatkan menjadi C41SR (Command, Control, Communication, Computers, Intelligence, Surveillance & Resonance)
dan dikemudian hari bisa ditingkatkan lagi menjadi architecture
framework system yang lengkap dan berdaya. Kebutuhan peningkatan ini
muncul bukan hanya dari antisipasi terhadap faktor ancaman di depan,
akan tetapi untuk mengantisipasi perubahan teknologi yang tidak bisa
dihindari, dimana sekali waktu sistem yang masih dipergunakan TNI saat
ini tidak lagi dapat diperbaiki atau diperbaharui karena sudah tidak
lagi dibuat oleh pabriknya dan sudah terlalu kuno yang tentunya akan
menjadi kendala tersendiri.
Fasilitas-fasilitas TNI saat ini seperti ; Surveillance and Reconnaissance System, Special Target
Movement Monitoring System, Terrestrial Border Monitoring Systems, dan
UAV, masih bisa ditingkatkan dengan fasilitas tambahan seperti Unmanned
Operated Surveillance and Reconnaissance System, maritime Un-manned
Vehicle hingga Robotic Operation System yang disebut-sebut sebagai The
Future Combat System. Namun terlepas dari peran masing-masing
instumen dimaksud, saat ini dibutuhkan kemampuan pengintegrasian
sistem-sistem yang telah dimiliki TNI secara tepat dan benar.
Pengembangan dan peningkatan pemberdayaan system K3I dalam lingkungan Mabes TNI yang telah ada saat ini menjadi sistem C4ISR berbasis jaringan terpusat (network centric),
perlu untuk direncanakan dengan baik. Pemanfaatannya dikemudian hari
harus bisa memungkinkan dilakukannya kegiatan yang tidak terbatas hanya
pada komando, control, komunikasi dan intelijen saja, akan tetapi lebih
jauh memastikan terjadinya kemampuan koordinasi serta peningkatan
kinerja intelijen yang boleh jadi ditambah pemanfaatan system
Surveillance and Reconnaisancenya secara real time.
Sementara menurut Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman, bidang TIK baik pengembangan maupun pemanfaatannya mempunyai peran penting dalam pembangunan suatu negara. Sektor TIK,
selain menawarkan berbagai peluang untuk menciptakan nilai tambah di
sektornya, juga merupakan “enabler†di semua sektor lainnya, yang
langsung berpengaruh pada tingkat daya saing suatu negara, termasuk
didalamnya daya saing pada sektor pertahanan dan keamanan.
Menyadari
luasnya dampak yang ditimbulkan oleh perkembangan bidang informasi dan
komunikasi, sudah sewajarnya setiap negara termasuk Indonesia perlu
menyiapkan masyarakatnya untuk mampu menghadapi pergeseran ini serta
memanfaatkan berbagai peluang dan siap menghadapi berbagai ancaman baru
yang muncul dari perkembangan ini.
Kecepatan
bertindak serta keputusan berdasarkan data akurat kian menjadi unsur
penting dan signifikan dalam membangun suatu sistem Hankam di saat ini
dan dimasa mendatang. Dipihak lain, jumlah data dan informasi yang
perlu dilibatkan dalam suatu keputusan menjadi kian besar dan kompleks.
Menghadapi dua kenyataan ini, berbagai negara saat ini berlomba-lomba
ingin membangun suatu sistem C4ISR (Command, Control, Communication,
Computers, Intelligence, Surveillance & Reconnaisance) yang
terintegrasi dengan memanfaatkan TIK(Teknologi Informasi Komputer)
Dengan
TIK yang berkembang saat ini, suatu jaringan sistem intelligence,
surveillance & reconnaissance, dapat dengan mudah dapat mengirimkan
berbagai informasi secara digital dan real time ke berbagai unit lainnya
untuk mendapatkan keputusan lebih lanjut dengan cepat dan akurat, jelas
Kusmayanto.
Konvergensi
yang terjadi di sektor TIK dapat dimanfaatkan untuk membangun suatu
sistem C4ISR secara nasional yang terintegrasi secara luas dari mulai
sistem sensor paling depan, sistem pengolahan, sistem pengendalian
sampai dengan sistem persenjataannya, untuk menjawab berbagai kebutuhan
yang muncul baik saat ini maupun dimasa mendatang.
Dalam
bidang pertahanan keamanan menurut Menristek, dapat dikategorikan
sebagai suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara-cara berfikir
yang tidak lazim dan diluar aturan-aturan peperangan yang berlaku,
dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup seluruh aspek.
Pilihan ini sebagai dasar untuk mengembangkan strategi keamanan nasional
dan tanpa diimbangi dengan pengembangan kekuatan non phisik akan
menghadapi resiko kehancuran terhadap ancaman asimetri [asymmetric
threat].
Dengan
meningkatnya berbagai peluang sekaligus ancaman di era globalisasi ini,
sudah sewajarnya Indonesia menikatnya kemampuan untuk menjaga
pertahanan dan keamanannya dengan membangun system yang handal dan
terintegrasi memanfaatkan berbagai teknologi yang tersedia untuk
menjawab berbagai kebutuhan yang dihadapi, antara lain untuk mengatasi :
-
Penangkapan ikan dan penebangan kayu illegal.
-
Early warning system menghadapi bencana alam dan ancaman
-
Maritime surveillance.
-
Ancaman terhadap daerah perbatasan dan lain-lain.
Tanpa
usaha untuk membangun sistem terintegrasi demikian, kemampuan untuk
mengatasi ancaman terhadap berbagai kegiatan pembangunan akan kian
melemah, yang tentunya akan berakibat pada lemahnya daya saing Indonesia
dalam menghadapi kompetisi di era global saat ini.
Perlu
disadari bahwa pembelajaran teknologi tidak berlangsung di ruang hampa
dan otomatis tapi membutuhkan kesadaran dan kemauan kuat serta terkait
erat dengan sistem insentif yang memacu semua pelaku untuk melakukan
pembelajaran teknologi. Kesemuannya ini menyangkut aspek perluasan
industri, pengembangan kemampuan SDM, pengokohan system inovasi serta
penciptaan lingkungan bisnis yang kompetitif.
Kepakaran,
keahlian serta kreatifitas yang dikembangkan oleh LPND, perguruan
tinggi serta berbagai institusi litbang haruslah dapat dimanfaatkan oleh
sektor Hankam sebagai suatu kekuatan dalam mengembangkan berbagai
sistem yang dibutuhkan. Dan sebaliknya pengalaman dan kemampuan di
lingkungan Hankam haruslah dapat dimanfaatkan oleh seluruh institusi
litbang untuk meningkatkan kemampuannya.
Sedang
menurut Asops Kasum TNI Mayjen TNI Bambang Darmono, untuk membangun
kekuatan TNI dimasa mendatang harus mempertimbangkan perkembangan teknologi informasi.
Untuk kepentingan militer seperti Kodal, intelijen, pengintaian dan
pengamatan, bentuk platform persenjataan telah memanfaatkan teknologi
informasi baik teknologi telekomunikasi maupun teknologi computer.
Hal ini perlu diantisipasi dalam rangka menghadapi perang informasi
pada masa ini dan masa mendatang. Dalam doktrin militer, informasi
merupakan bagian integral dari komando dan kendali yang merupakan kunci
setiap operasi. Dengan demikian setiap langkah yang diambil harus
ditujukan untuk mencapai keunggulan informasi. Kemajuan teknologi
informasi menyebabkan terjadinya pergeseran konsep memenangkan perang.
Pada awalnya, cukup dengan konsep Komando dan Kendali (Kodal/K2), yang
pada prinsipnya merupakan hubungan intern antara komandan dengan anak
buahnya dalam tugas operasi. Dan dalam perkembangan selanjutnya,
komunikasi dengan kesatuan lain dalam operasi menjadi suatu keharusan.
Maka lahirlah konsep baru yaitu Komando, Kendali, Komunikasi dan
Informasi (K3I). di era 90-an, dengan kemajuan teknologi computer
lahirlah konsep baru berupa Komando, Kendali, Komunikasi, Komputer,
Intelijen, Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP). Meskipun di Indonesia,
K4IPP masih menjadi angan-angan, tetapi paling tidak sudah menyiratkan
adanya suatu pandangan bahwa sistem informasi yang berbasiskan computer
menjadi fungsi yang sangat penting dalam peperangan, jelas Bambang
Darmono.
Pembangunan
kekuatan TNI baik matra darat, laut dan udara, harus direncanakan
secara terarah dan berlanjut baik dalam renstra jangka menengah maupun
jangka panjang yang diharapkan mampu untuk menghadapi segala ancaman
yang timbul baik ancaman militer maupun nonmiliter yang datang dari
dalam maupun dari luar negeri. Oleh karena itu pembangunan kekuatan TNI
harus dipertimbangan perkembangan lingkungan strategis dan perkiraan
ancaman yang mungkin terjadi.
Kemajuan Teknologi Informasi (TI)
membawa dampak yang sangat luas bagi kehidupan masyarakat saat ini.
Yaitu dapat merubah cara berorganisasi, merubah cara perdagangan antar
perusahaan, mengubah cara pemerintahan dan negara bahkan mengubah cara
untuk berperang.
Penggunaan TI dalam sistem informasi modern
memaksa pihak militer untuk meninjau kembali doktrinnya, sebab
perkembangan teknologi informasi membawa perubahan mendasar bagi
kepentingan intelijen, sistem pengintaian dan pengamatan, sistem komando
dan kendali sehingga pola penataan strategis perangkat perang dalam
perang modern perlu disesuaikan dengan kemajuan teknologi informasi
tersebut.
Pemanfaatan
teknologi informasi diberbagai kehidupan, khususnya dibidang militer
perlu diantisipasi perkembangannya karena disatu sisi dapat membawa
dampak untuk kebaikan tapi disisi lain berdampak untuk pengrusakan.
Konsep-konsep pengrusakan pada sistem informasi inilah kemudian
berkembang untuk dijadikan dasar bagi kepentingan perang informasi.
Munculnya perang informasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi
informasi, karena sifat penggunaan sistem secara bersama (sharing),
sehingga memungkinkan pihak-pihak yang tidak berkompeten pada suatu
sistem dapat melakukan akses ke pihak lain tanpa mengalami kendala.
Seperti diketahui teknologi informasi merupakan perpaduan dari teknologi telekomunikasi dan computer.
Dengan perkembangan kedua teknologi tersebut memungkinkan orang dapat
berinteraksi dari satu tempat ke tempat lain tidak perlu melihat batasan
wilayah ataupun negara. Permasalahan muncul ketika pemanfaatan
teknologi tersebut digunakan untuk kepentingan yang tidak pada
semestinya (diselewengkan) seperti pencurian data, perusahaan data
bahkan penghilangan data milik orang lain.
Dewasa
ini hampir seluruh sistem yang digunakan untuk kepentingan militer
seperti komando dan kendali, intelijen, pengintaian dan pengamatan,
bentuk platform persenjataan telah telah memanfaatkan kedua teknologi
tersebut. Tentunya untuk menjaga faktor keamanan pada sistem
tersebut perlu ada upaya untuk melindunginya terhadap pihak-pihak yang
berupaya untuk mengacaukan sistem tersebut. Konsep perlindungan sistem
perlu ditempuh mengingat sistem tersebut selain membentuk suatu jaringan
juga memanfaatkan gelombang elektromagnetik yang rawan terhadap
gangguan penyadapan dan pengrusakan data pada saat terjadi proses
interaksi. Mengingat lompatan kemajuan teknologi informasi demikian
pesatnya, maka perkembangan kedua teknologi perlu disimak secara
seksama sebagai bahan antisipasi dalam menghadapi perang informasi pada
abad ini.
Penguasaan
perang informasi bagi suatu angkatan bersenjata mutlak diperlukan
mengingat perang dimasa mendatang akan didominasi oleh strategi, teknik
dan taktik pemanfaatan Perang Informasi. Seperti ada pepatah Siapa yang mengusai informasi, dialah yang akan mengusai dunia, tambah Asops Kasum TNI.
Perang modern.
Perang dimasa kini dan dimasa mendatang merupakan perang modern yang
cepat dan mematikan. Hal ini diperlukan kepekaan dan kecepatan dalam
komando dan pengendalian. Pada era perang modern dituntut suatu
pertahanan yang mendekati waktu nyata (real time) atas keadaan taktis
dan mampu mengkomunikasikan secara on line ke seluruh unsur kekuatan
pertahanan nasional yang ada. Perang modern juga menuntut suatu
kesatuan komando yang jelas dan tertata rapi, dimana Panglima Tertinggi
pemegang otoritas pertahanan harus dapat mengetahui situasi yang berlaku
serta dapat mengambil keputusan secara tepat dalam waktu singkat.
Hal
yang terpenting dari sistem K4IPP yaitu memberikan informasi
situasional kepada pimpinan tentang lokasi dan status dari kekuatan
musuh dan kekuatan kita yang perlu mendapatkan perhatian.
a. Kemampuan dari K4IPP. Kemampuan dari sistem K4IPP terdiri atas :
-
Situational Awareness. Situasi dimana seluruh informasi unsur-unsur kekuatan sendiri berada pada lokasi tertentu dan data statusnya serta kedudukan musuh berada,
-
Information Superriority. Informasi merupakan aset yang strategis bagi setiap organisasi. Inilah yang menyebabkan kegagalan khususnya dalam bidang pertahanan, sehingga kemampuan untuk menyediakan informasi potensial merupakan faktor yang sangat menentukan dari kekuatan pertahanan suatu negara. Dalam doktrin militer, informasi merupakan bagian integral dari komando dan kendali yang merupakan kunci setiap operasi. Dengan demikian maka setiap langkah yang diambil ditujukan untuk mencapai keunggulan informasi. b. Penggunaan Sistem K4IPP. Sistem K4IPP dipergunakan bagi pimpinan sebagai sistem komando dan pengendalian secara global, kontijensi sistem perencanaan daerah militer, sistem komando gabungan maritim dan sistem manuver.
Aplikasi K4IPP (C4ISR) dalam Medan Pertempuran.
C4ISR adalah singkatan dari Command, Control, Communications,
Computers, Intelligence, Surveillance and Reconaissance. Komando dan
kendali lebih menjurus pada pembuat keputusan bersifat arahan yang
dilaksanakan oleh komandan guna mengatur gerak pasukannya dalam
menyelesaikan misi. Peran itu didukung oleh teknologi informasi dimana
computer komunikasi merupakan bagian dari C4ISR. Sistem C4ISR
menyediakan kemampuan utama untuk mewujudkan situasi kesiapan komando
yaitu informasi mengenai kedudukan dan kekuatan pasukan musuh dan
pasukan sendiri. Oleh karenanya, C4ISR menjadi komponen yang praktis
dan diperlukan untuk mencapai keunggulan ketika keputusan dibuat.
Menurut
Penasehat Panglima TNI Bidang K4ISR Dr.Yono Reksoprodjo, ST.DIC, perang
informasi atau information warfare adalah serangkaian kegiatan
pemanfaatan dan pengaturan dari suatu informasi yang dipergunakan untuk
mendapatkan keunggulan kompetitif atas lawan. Hal-hal yang berkaitan
dalam bentuk data dan informasi secara kolektif, upaya memastikan
keabsahan suatu data atau informasi, penyebaran informasi propaganda dan
informasi fitnah atas lawan, dengan tujuan untuk melemahkan kekuatan
musuh hingga pencegahan atau penolakan keperluan pertukaran informasi
musuh adalah kiat-kiat yang dimasukkan ke dalam kegiatan perang
informasi. Bentuk-bentuk nyatanya adalah semacam kiat upaya pemanfaatan
komunikasi pertukaran informasi yang dapat berakibat terpengaruhnya
suatu sikap, terjadinya suatu penyangkalan atau perlindungan, suatu
bentuk penipuan, atau pun suatu bentuk eksploitasi hingga penyerangan.
Informasi Saat Perang atau Information In Warfare
yang juga dikenal dengan sebutan Battle Field Warfare adalah
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan kepentingan mendapatkan dan
menyampaikan data dan informasi disaat terjadinya pertempuran.
Hal-hal
yang berkenaan dengan kegiatan ini biasanya mencakup kiat-kiat operasi
Surveillance, Reconnaissance, Intelligence, dan hal-hal yang berkaitan
langsung dalam suatu pertempuran termasuk didalamnya kegiatan pemantauan
dan peramalan cuaca, strategi logistik, kondisi geografis, hingga kiat
upaya pelancaran suatu bentuk perang informasi.
Lepas
dari segala kemiripan dari istilahnya masing-masing, benang merah yang
dapat ditarik dari semuanya adalah digunakannya “informasi†sebagai
amunisi dan senjata utama untuk mencapai tujuan memenangkan pertempuran
atau lebih jauh lagi suatu peperangan, dan kunci utama dari keberhasilannya terletak dari kiat pengusaan dan pengaturan dari informasi tersebut.
Disinilah kemudian letak pentingnya suatu operasi informasi atau juga
dikenal sebagai Operation Information, yaitu rangkaian dari kiat-kiat
taktis pemanfaatan dan atau manipulasi data serta informasi melalui
media atau jaringan dan infrastruktur sistem informasi.
Dr.
Yono Reksoprodjo SI.DIC mendefinisikan Information Warfare (IW) atau
Perang Informasi dalam tiga cakupan. Pertama, segala bentuk penyerangan
terhadap fungsi-fungsi informasi, tidak peduli bagaimana caranya.
Melakukan perusakan misalnya pada fasilitas piranti lunak switching
telpon publik sudah dapat dikatagorikan sebagai perang informasi.
Kedua, setiap upaya dalam menjaga fungsi-fungsi informasi, tidak
perduli apapun caranya, terhadap potensi penyerangan, misalnya untuk pencegahan virus computer, sudah bisa dikatagorikan sebagai perang informasi.
Ketiga, perang informasi adalah upaya dan bukan hasil seperti juga
pengertian akan perang laut, yang bukan berupa hasil tetapi serangkaian
langkah-langkah taktis. Karenanya, perang informasi adalah juga upaya
untuk melaksanakan siasat penyerangan dan penjagaan yang serupa dengan
perang laut dimana dilaksanakan juga kiat siasat penyerangan dan
penjagaan yang taktis.
Pengertian akan Information Inf Warfare (IIW)
atau Informasi Saat Perang adalah serangkaian kiat militer yang
berkenaan kegiatan Intelligence, Surveillance and Reconnaisance (ISR),
Ketetapan Posisi dan Navigasi, Operasi Cuaca, Operasi Hubungan
Kemasyarakatan, serta berbagai kegiatan saat pertempuran seperti Combat
Camera Operation dan sebagainya. Inti dari IIW adalah hal-hal yang
bersifat taktis namun berpengaruh terhadap kesuksesan misi-misi
strategis. Kini pengertian tentang IIW telah diadopsi oleh kepentingan
sipil khususnya dalam kinerja bisnis sehari-hari. Hal ini juga telah
merancukan pemakaian fasilitas-fasilitas sekaligus lintas disipliner.
Pada kenyataannya, berbagai kinerja Perang Informasi yang berkenaan
dengan IIW, sering dilakukan di bawah seragam masyarakat sipil.
Pengertian
akan Information Operation atau Operasi Informasi adalah kegiatan yang
ditujukan untuk menggelar perlawanan dengan memanfaatkan data dan
informasi ataupun sistem serta jaringan informasi. Nilai sukses dari
suatu operasi militer tergantung pada kiat mendapatkan dan menyusun
informasi berharga termasuk mencegah perlawanan dengan cara sebaliknya.
Suatu Institusi Militer bertanggung jawab untuk melaksanakan kiat
pertahanan dan penyerangan melalui serangkaian Operasi Informasi.
Tanggung
jawab ini termasuk tindakan menjaga informasi atas apa yang boleh dan
tidak boleh keluar serta secara agresif berkemampuan untuk menyerang
fasilitas system informasi lawanan untuk tujuan pre-emptive atau untuk
suatu perlawanan. Bentuk-bentuk bagian dari Operasi Informasi antara
lain kamuflase, operasi psikologi, operasi khusus, operasi jaringan
komputer, perang elektronika.
Berbagai sumber baik insan sipil maupun militer dapat menjadi sumber
ancaman karena mereka dapat melaksanakan perang informasi antara dengan
melaksanakan unauthorized users, seperti Hackers, melakukan penyerangan
atas system informasi walau disaat damai. Bermula dari penyerangan terhadap personal computers, namun belakangan meningkat ke jaringan dan computer terpusat.
Insiders, individual yang memiliki hak akses masuk ke sistem,
menimbulkan kesulitan yang sangat menyulitkan khususnya dalam memilih
mana yang musti diamankan. Insiders bisa berupa karyawan tetap bisa
bukan atau hanya seolah sebagai karyawan tetap. Insiders bisa menyerang
system setiap saat dan setiap sudut selama ia berada di dalam instalasi
atau jaringan. Hal ini mengingatkan pentingnya peningkatan kualitas
rancang bangun, produksi, transportasi dan jadwal perawatan setiap
sarana dan prasarana termasuk bagaimana dan siapa yang melakukan
pembangunannya. Terrorisme meningkatkan melalui fasilitas system
informasi komersial yang tidak khusus. Tindakan mereka mencakup kiat
hacking melalui kinerja destruktif atau infrastruktur strategis.
Kegiatan para teroris telah dipantau memanfaatkan computer bulletin
boards untuk bertukar informasi intelijen dan data teknis di atas batas
wilayah internasional. Non-state groups (the New Warrior Classâ€) telah
mengambil keuntungan dari berbagai kesempatan yang tersedia di era
Information Age. Mereka selalu mendapatkan jalan mendapatkan cara-cara
memanfaatkan mulai akses komersial hingga secured communication
infrastructures, dari suatu tempat yang aman bagi mereka yang bisa jadi
tempat itu adalah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain
melakukan penyerangan terhadap lawan diluar medan tempur, kelompok ini
juga pandai memanfaatkan international news media dalam mempengaruhi
opini publik dunia serta membentukan suatu persepsi mengenai suatu
konflik atau justru memulai terbentuknya konflik baru. Foreign
intelligence services bergerak sangat aktif menjalankan Operasi
Informasi khususnya dimasa damai. Mengambil keuntungan dari anonymity
yang diberikan sebagai kemudahan pada fasilitas computer bulletin
boards. Mereka biasanya menyembunyikan kegiatannya dengan seolah
hal-hal tersebut dilakukan oleh hacker biasa. Banyak ulah mereka yang
tidak langsung menyerang pertahanan militer, tetapi dilakukan atas
institusi komersial atau lembaga ilmu pengetahuan dengan tujuan
penguasaan kemampuan kinerja ekonomi suatu negara. Adversary activities
atau kegiatan perlawanan, adalah satu hal yang kerap diasosiasikan
dengan model perang tradisional yang lebih bersifat terbuka, tetapi
disini kemampuan melakukan manipulasi terhadap pusat-pusat berita dimasa
damai mempertegas adanya suatu situasi yang cenderung meningkat bahaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar